Always, Eun Kyung POV
At the end of this world, I try to catch my breath again
Sejenak aku tergelak pada sinar yang begitu menyilaukan di hadapanku saat ini. Aku mendengar langkah kaki yang mengeras mendekat ke arahku dari balik punggungku. “Ayo kita selesaikan, lalu kita bisa tidur dengan nyenyak,” katanya. Saturday, July 8th this is my last chance to see him away.
“Mengapa harus yang hijau? Sepertinya biru lebih bagus kau padankan dengan ini,” sungutku. Hal kecil yang sengaja aku perdebatkan di antara kami berdua. Dia, Lee Hyukjae, mengacak rambutnya kesal. “Tetapi ini lebih mahal, aku tidak punya uang sebanyak itu bo,” ia menarik kembali replika microphone biru kecil itu dan menaruhnya kembali di tempatnya semula dengan rapi. He is such as neat sickness. “Sebaiknya kita ambil seadanya saja, lagi pula ini hanya untuk sekali pakai,” lanjutnya. This doesn’t mean anything on you, right?
The loneliness of nights alone
the search for strength to carry on
my every hope has seemed to die
my eyes had no more tears to cry
“Kita hanya perlu mengambil tiga scene lagi, lalu video ini akan masuk proses edit oleh Sung Jin ssi,” kata Kyuhyun. “Setelah ini kita benar-benar akan sulit berkumpul lagi?” Ga In memecah keheningan. “Sepertinya begitu, tapi bukan berarti tak ada kesempatan bertemu lagi bukan?” Kyuhyun kembali menimpali. “At least, we have to mail each other, okay?” tanya Kibum dan segera dijawab dengan lantang oleh silly couplenya, “Sure!” Di kejauhan Hyukjae memandang kami berlima dan lagi- dia mengeluarkan gummy smilenya. Sial!
Seandainya ada peraturan bahwa tersenyum adalah sebuah kejahatan besar. Maka aku akan memasukkan nama Lee Hyuk Jae ke dalam daftar tersangka itu.
you've opened up my heart to feel a kind of love
that's truly real a guiding light that'll never fade
there's not a thing in life that I would ever trade
for this chance
I hope you'll always know
Seperti yang dikatakan maknae namja tadi, kau boleh panggil dia Kyu. Kami sedang mengerjakan proyek terakhir kami, sebuah serial berdurasi duapuluh menit per episodenya berisi keanehan-dan ketidakjelasan kehidupan sehari-hari kami. Di akhir tahun kuliah kami di Kyunghee kami berencana membuat sesuatu yang bisa dijadikan kenangan manis yang dapat mengingatkan pada persahabatan manis kami. Manis? Aku tidak begitu yakin dengan hal ini. Tiga setengah tahun di Kyunghee, aku dibersamai namja gila manga One Piece bernama Lee Hyukjae. Hal yang tidak sengaja namun akhirnya menjadi terbiasa karena intensitas pertemuan berlebih yang memang tak bisa dihindari. Ada perasaan aneh yang bersarang dalam dadaku setiap dekat dengan si anchovy itu. Dan perasaan itu yang selalu membuatku salah tingkah dan justru mengajaknya bertengkar di setiap kami bertemu.
Even though there are times when we fight, when we say we hate each other to death, doesn't your heart know already?
“Shoot!” teriak Kibum. “Apa lagi?” Kyuhyun menarik kerah hyung yang tua setahun diatasnya itu. “Aku akan take scene terakhir untuk kalian, boleh kan?” Kibum mengeluarkan jurus maut bbuing bbuing-nya dan disambut anggukan keras dari Gain di belakang kameranya. Dasar!
“Ready? Ekspresinya harus sebahagia mungkin! Hey kau maknae! Jangan tersenyum seperti setan, yang ikhlaslah sedikit,” Kibum langsung menutup kepalanya sendiri dengan kedua tangannya takut-takut akan ada sepatu melayang mengenainya. “Seperti ini? YA! Sejak kapan kau cerewet sekali, Hyung!” si evil maknae kembali melawan. “Geurae, aku diam,” kibum memencet timer kamera di hadapannya dan berlari meraih tempat kosong di hadapan Kyu. Kyuhyun mendorong Kibum ke samping kiri sehingga kepalanya menutupi Gain yang tadinya berpose dengan tentram di samping Donghae. Foto itu menjadi sangat amburadul. Dan sialnya! Di foto itu aku sedang mengamati Hyukjae yang terduduk selisih satu orang disampingku. Sialnya lagi! Si evil maknae itu menolak untuk mengambil foto ulang hanya karena di foto itu wajah Kibum terlihat kacau. Oh God.
Even when I’m sick, even when I collapse, he’s the only one remaining by my side. Still, Idk how’s his feeling about me. Lovelorn?
“Bo,” suara itu memecah keheningan. “Naiklah,” Hyukjae menaikkan sebelah alisnya menunjuk pada sebuah pintu besi yang terbuka. Aku hampir lupa kami memang berbeda subway. “Aku pulang duluan,” aku berusaha menormalkan suaraku yang sepertinya mendadak menjadi serak. “O, beri pesan kalau kau sampai rumah dengan selamat bo,” kata si ikan amis itu. “Pasti!” aku melambaikan tangan kananku ke arahnya. Aku harap waktu terhenti disini.
Dan Tuhan tidak mengabulkan doaku.
Time is already out.
END.
I dont have any idea why i supposed to post this silly fiction. Sorry!
Cuma bingung ngapain jam 1 pagi menanti sahur, akhirnya bikin ini hahaha. *ampuni saya*
Oh, its already past 2! Bye! *POOF* *menghilang* *tidak bertanggungjawab*
0 komentar:
Posting Komentar