Film dimulai dengan adegan Tansen (Vino G.Sebastian) yang mendatangi sebuah makam bermarga Tan, tidak lain adalah ayahnya. Di belakang Tansen, seorang Bapak dengan kemeja hitam memberikan sebuah surat dan satu amplop berisi sebuah kunci, warisan dari ayahnya kepada Tansen.
Madre dalam bahasa Spanyol berarti Ibu. Madre diangkat dari novel yang ditulis oleh Dee dengan judul yang sama. Madre adalah nama adonan biang roti Tan De Bakker yang diwariskan kepada Tansen. Dahulu kala, Tan De Bakker adalah salah satu toko roti paling sukses di Bandung. Hingga akhirnya, Ayah Tansen meninggal dan mewariskan Tan De Bakker. Tapi sayangnya, Tansen tidak menaruh minat khusus pada roti bahkan dia tergiur untuk menjual Madre kepada Mei (Laura Basuki) seharga Rp200.000.000. Pak Hadi (Didi Petet) yang menjaga Tan De Bakker selama kepeninggalan Pak Tan tidak setuju dengan hal itu, Ia mengingatkan Tansen bahwa Madre diwariskan bukan untuk dijual.
Setting film Madre mengingatkan kita akan kondisi di jaman penjajahan dulu atau setidaknya setting mirip di kota tua Jakarta. Kolaborasi antara pantai, yang merupakan simbolisasi ketenangan, dan kota, simbolisasi kepenatan, bersatu. Tansen ditokohkan sebagai peselancar jago yang punya passion keliling dunia dengan uangnya sendiri, untuk itu ia tergoda dengan tawaran yang diberikan Mei.
Konfliknya tidak padat, cenderung ringan dan sedikit dibumbui cinta segitiga. Tansen yang suka seenaknya dan Mei yang sangat cantik akan membuat penonton was-was di setiap adegannya dan mencoba memprediksi apa yang akan terjadi. Vino G. Sebastian memerankan Tansen tidak seperti kebanyakan orang pikirkan, selengekan tapi santai. Terkesan alami, bahkan terlalu alami dan Vino banget. Sedangkan Laura seperti terbawa dalam acting Vino sehingga terlihat sama-sama natural. Selama nonton ini sebenarnya merasa ada yang aneh, tapi belum aku temuin sampai sekarang apa itu anehnya. Tansen dan Mei disuguhkan di luar bayangan aku selama ini. Berbeda tapi tidak powerful tapi natural.
Di tengah durasi ada gap konflik. Cerita ini mudah ditebak konfliknya tapi tidak endingnya. Klimaks film sudah tertebak dan menjadi bagian paling membosankan sepanjang film selain opening. Soundtrack dari Afgan yang diputar sepanjang konflik cukup meredam kebosanan. Ending yang disuguhkan di luar dugaan. Overall, Madre is'nt that awesome, but still one of the best film that i've watched till this day. Dee are really awesome, still become indonesia best writer i thought.
One of my favourite part :
Tansen said, "Apakah Anda menjual Ibu Anda? Jika iya, berapa Anda jual? Bagi saya Madre adalah Ibu. Saya tidak akan pernah menjual sejarah keluarga saya sendiri."
Mei said, "Hidup itu perlu keseimbangan. Disisi lain kita boleh stress dengan pekerjaan tapi kan kita juga perlu menenangkan diri"
Thank you Bentang Pustaka who gave me a chance to watch Madre . I met some of fangirls in 21 also who're really excited waiting Vino G.Sebastian. LOL. You've made my day, guys !
0 komentar:
Posting Komentar