Pages

3 Days Time Traveler

Back to the past. Time is up, nothing to do here.

Lori Lake, 17 Agustus 2008

“David, apa yang sedang kau lakukan disini?” Tara Portner mengambil bangku disebelah laki-laki berkacamata itu. “Ah Tara, tidak sedang apa-apa, hanya mencoba mencari sedikit inspirasi,” tutur pria itu. “Kau tahu betul bahwa Profesor Smith tidak mungkin akan memberi kita dispensasi khusus lagi,” Tara mulai mengeluh lagi. “Setelah apa yang kita lakukan kemarin? Beramai-ramai menjebak Profesor dengan fake schedule buatan kita?” David merenungkan perbuatannya yang amat kelewatan kemarin bersama teman-teman sekelasnya. “Bodoh bukan? Kita baru tahu seberapa mengerikan singa setelah kita mendekatinya.”






Victoria Park 17 Agustus 2008

David tidak akan merasa semenyesal ini mengerjai Profesor Smith jika saja sebelumnya ia tidak membuat janji dengan Yamashida untuk menemaninya pergi akhir minggu ini. Belum lagi, ia telah secara tidak sengaja berjanji pada Clare Smuthon untuk membantunya mencari properti pesta dansa yang akan diadakan sebulan lagi. “Kau tahu seberapa freak aku pada kurcaci-kurcaci berkimono itu?” sungut David. David tergila-gila pada negara Jepang, sebuah negara berpenghuni manusia-manusia pendek, berotak komputer dan berdaya mesin. “Kau masih saja menyebut mereka kurcaci berkimono? Tidakkah kau tahu itu melukai harga diriku yang setengah keturunan Jepang?” Shin bersungut mendengar perkataan sahabatnya. “Ayolah kawan, kau tahu aku akan dicaci mati-matian dengan teman sepermainan kita jika aku blak-blakan memuji negara itu, lalu aku harus bagaimana?” David menopangkan dagunya dan menyipitkan matanya pada pejalan kaki yang tersebar dihadapannya. “Kadang menyesal itu perlu, tapi apakah itu bisa menjadi sebuah solusi?” Shin berkata bijak kali ini dan David benar-benar terhanyut dalam nasihatnya.


Apartemen David 15 Agustus 2008

Pagi ini, David terbangun dari tidurnya dengan tidak biasa. Hal pertama yang diingatnya dan sangat diharapkannya adalah kejadian beramai-ramai mengerjai Profesor Smith dua hari yang lalu adalah mimpi belaka. Dengan sedikit terhuyung, David mendekati jendela kamar apartemennya. Kakinya belum sempurna terbiasa menyentuh lantai apartemen yang baru disinggahinya seminggu yang lalu. Ia membuka jendela kamar dan sejenak sinar matahari yang menyilaukan menembus kelopak matanya. “Persis seperti tiga hari yang lalu, sinarnya benar-benar membunuhku,” keluhnya. 
 
Bunyi dering ponsel segera menjauhkannya dari sinar matahari yang menyengat itu. “Portner?” Nama Tara Portner tertera jelas di layar ponselnya. Mengingat wanita ini mudah sekali marah-marah jika panggilannya tidak diangkat, segera tanpa ragu ia menekan tombol hijau. “Ada apa pagi sekali?” tuturnya. “APA? Pagi katamu, Mr. Willingston?” Tara berteriak di telinganya. Ini benar-benar buruk. Jika Tara sudah menyebut-nyebut nama belakangnya, maka ini pasti mimpi buruk! “Jangan katakan kau masih sibuk di atas kasurmu? Hari ini kita harus menyelesaikan laporan sejarah Ares si panglima perang tampan itu!” Tara  kembali berteriak. Teriakannya membuat David menjauhkan ponselnya sejauh lima centi dari telinganya. “Pardon? Mr. Smith?” David berusaha mempertajam pendengarannya. “Kau pikir siapa lagi? Kutunggu di depan Lori Lake sekarang juga. Satu jam tidak datang kucoret namamu besar-besar dalam ingatanku Mr.Willingston!” dan panggilan dari Tara terputus. David mengerjap-ngerjapkan matanya tak percaya. “Am I nuts or something? Apa aku bermimpi kembali ke masa lalu?” David melangkah mendekati kalender di atas mejanya. 15 Agustus 2008? Tanggal ini tidak dicoret tinta merah. Ia ingat betul bahwa ia tidak pernah melupakan kebiasaannya mencoret tanggal yang telah berlalu dengan tinta merah usai pukul sepuluh malam. David berpikir keras. Otaknya tak mampu mencerna apa yang sebenarnya sedang terjadi. Dan tanpa ia sadari, waktu telah berjalan mundur sesuai keinginannya.


Lori Lake 15 Agustus 2008

“Kupikir kau tidak akan datang, sir” Tara mengomel sambil menarikan jari-jarinya di atas keyboard. “Bisa-bisanya kau marah-marah di depan Lori Lake, kau tahu kau bisa terkena karma? Aku pernah dengar ada seorang pria yang terkena sial karena ia menyakiti kekasihnya di depan Lori Lake,” tutur David serius menghadap Tara. “Apa aku terlihat seperti penjahat sekarang? Membangunkanmu pagi-pagi buta-menurutmu padahal matahari sudah hampir terjun bebas dari atas sana- dan memaksamu kemari untuk menyelesaikan apa yang sudah menjadi kewajibanmu Mr. Willingston?” Tara mendelikkan matanya. “Hey, hati-hati dengan bola matamu. Aku kemari karena aku tahu apa yang harus aku lakukan Ms.Portner dan ... jangan coba-coba memanggil nama belakangku lagi atau..,” “Atau akan kucoret namamu dari cover tugas ini? Cepat kerjakan!” Tara sudah memotong kata-kata David sebelum perkataannya selesai. Kini David hanya bisa diam menatap netbook di hadapannya dengan tatapan miris.

Apartemen David 15 Agustus 2008

David tersenyum cerah menghadap kalendernya. Ia mencoret angka limabelas dengan tinta merah. Ada satu perubahan yang ia buat hari ini. Tugas sejarah Yunani bersama Tara berhasil ia selesaikan-walau dengan omelan Tara yang tak henti-hentinya sepanjang sore. Berbeda dengan sebelumnya, ia tak berhasil menyelesaikannya sehingga ia harus setuju dengan perjanjian bodoh bersama teman-teman sekelasnya untuk membuat fake schedule untuk Mr.Smith. Setidaknya besok ia bisa mengharap sedikit pujian dan nilai plus dari Profesor Smith kan? Dan tentunya David tak akan pusing karena janjinya dengan Yamashida dan Clare Smuthon tetap terlaksana. “Aku tidak akan segila itu mau mengorbankan kesempatan yang sudah aku tunggu dari tiga bulan yang lalu dengan si tetua jepang itu!” katanya.


Kelas 16 Agustus 2008

Sepertinya dugaannya, Aiden datang menghampirinya segera setelah ia masuk kelas. “Dave, kami baru saja membuat sebuah rencana besar,” mata Aiden bersinar cerah. David menahan tawanya untuk tidak meledak. Ia tahu bahwa ia harus diam saja mengingat teman-temannya baru pertama kali mengalami ini. Dan David tahu betul ia tidak boleh terjerumus pada lubang hitam yang sama untuk kedua kalinya. “Apa?” David berusaha antusias mendengar satu persatu penjelasan fake schedule tersebut yang disampaikan secara rapi dan meyakinkan oleh Aiden. “Profesor tak akan pernah tahu! Dia itu seperti Hades! Sama cerobohnya walaupun Ia pintar sepintar Zeus! Rencana ini pasti akan berjalan lancar, aku yang akan jamin. Sementara itu, kita bisa menghabiskan dua hari break Mr.Smith untuk mengerjakan laporan Ares itu!” Aiden berkata seolah-olah presentase keberhasilannya seratus persen. Sepertinya Aiden memang berbakat menjadi anggota parlemen. “Kita akan menyerahkan jadwal palsu itu setelah lunch di meja kerjanya, tepat sebelum ia masuk kelas kita. Dia akan menghadiri undangan palsu yang tertera di jadwalnya dan sampai akhir Profesor tidak akan curiga pada kita Dave,” Aiden meneruskan, “karena dia seceroboh Hades” mata Aiden berkilat. 
 
Aiden benar, Mr. Smith memang ceroboh. Dia jarang marah dan cenderung menyalahkan dirinya sendiri jika ada sesuatu yang berjalan tidak semestinya. Tetapi David terlanjur tahu rahasia besar yang tidak diketahui Aiden dan teman-temannya yang lain. Tidak semua orang berperilaku seperti apa yang biasanya. Manusia bisa berubah hanya dalam hitungan menit bahkan detik, dan itu akan segera terjadi pada Mr. Smith, percaya atau tidak percaya.

“Aiden, maaf tapi aku tidak akan berurusan dengan hal-hal seperti itu.” David mengelak dengan halus. “Ini akan menguntungkan kita Mr. Willingston,” tutur Aiden. Mengapa semua orang senang sekali menyudutkanku dengan nama belakangku? keluh David dalam hati. “Tidak, aku tidak akan ikut Aiden,” David mencoba meyakinkan lagi. “Kau yakin?” Aiden mulai menyipitkan matanya. “Tidak selama aku masih ....” “DAVID!!!” Tara memotong obrolan Aiden-David. “Kenapa kau suka sekali memotong pembicaraan orang Ms.Portner?” keluh David. “Aku tidak akan marah kau memanggil nama belakangku,” tutur Tara sambil menghela nafas berat usai berlarian mencari David. “Dan kau tadi tidak memanggil nama belakangku juga, aku mencium ada yang tidak beres disini Tara,” David melipat kedua tangannya di dadanya. “David, aku menghilangkannya...” Tara menjelaskan dengan pelan. David belum mengerti arah pembicaraan Tara. “Aku menghilangkan file kita...,” Tara mulai menarik nafas berat ke sekian kali. “Laporan panglima tampan Ares itu hilang!” Tara menjatuhkan tubuhnya di ke lantai. David tercengang.


Cafetaria 16 Agustus 2008

“Aku tidak tahu Profesor Smith bisa semurka itu,” Aiden menjatuhkan kepalanya di atas meja cafetaria. “Rasanya aku ingin kembali ke masa lalu saja dan memperbaiki keadaan,” Aiden berkata sambil menutup matanya. David memperhatikannya dengan seksama, “Aku hanya ingin laporan Ares itu selesai pada waktunya, aku sudah lelah,” Aiden mengerutkan dahinya mengeluh tiada habis-habisnya sejak sore tadi. “Tidak ada yang bisa memastikan keadaan akan berubah lebih baik jika kita kembali ke masa lalu,” tutur David tanpa ia sadari. “Jalani saja, siapa tahu ada kejutan setelah kesialan bertubi ini,” lanjutnya. “Wah, gaya bicaramu sudah seperti ahli time traveler saja, Dave!” Aiden mengangkat kepalanya menatap David sambil tersenyum simpul. Perlahan senyumnya memudar. Oh Tidak. Tidak hanya senyum Aiden yang memudar tetapi seluruh benda yang ada di hadapannya perlahan terbang satu persatu. Udara terasa mencekam tenggorokannya. Dan tiba-tiba semua gelap.


Lori Lake 17 Agustus 2008

David terbangun dengan berat hati. Suara renyah Tara Portner terdengar samar di telinganya. “Aku sudah selesai menceritakan mimpiku. Mungkin ini memang terdengar aneh. Tapi aku merasa mimpiku semalam sangat nyata. Bagaimana bisa aku kembali ke masa lalu dan kita berhasil menyelesaikan laporan si panglima tampan Ares itu? Itu kan benar-benar mustahil! Yah walau pada akhirnya kita tetap terkena murka Profesor karena rencana bodoh Aiden. Tapi setelah dipikir-pikir itu terdengar lucu, seorang Mr.Smith bisa semurka itu,” Tara tertawa putus-putus sambil memegang perutnya. David masih terbingung-bingung, sejenak ia masih tak percaya ia kembali ke masa depan. Ia baru menyadari saat Tara menarik pandangannya pada netbook di pangkuannya. “Kita harus menyelesaikan ini segera agar tidak terkena amukan untuk kedua kalinya bukan?” Tara menghela nafas. “Dan David ...,” Tara menatap mata biru David, “seberapa  keras kau ingin kembali ke masa lalumu, kau tak akan pernah bisa mengubah apapun. Karena yang kau butuhkan saat ini adalah menatap masa depan. Jalanilah hidupmu sebaik mungkin sehingga suatu hari nanti tak ada yang akan kau sesali. Kau mengerti kan, David?” tutur Tara halus. 
 
David mengerjapkan mata berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke kelopak matanya. Ia tersadar akan nasihat Tara yang duduk di sampingnya yang sedang mengerjakan kembali laporan Ares Mr.Smith. David menyunggingkan senyum, “Bukankah itu nasihat untuk dirimu sendiri Ms. Portner?” David menatap kawan disampingnya. “Yah, kali ini kau benar, kawan,” Tara menghela nafas panjang.
 
-----------------------------------------------------------
Kisah lain yang diikutkan dalam kompetisi menulis Gagas Media (17 Agustus 2012).
Kegagalan tidak akan membuat saya berhenti menulis. 
Its still too early to give up, dear ;-)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © Thipposite. Template created by Volverene from Templates Block
WP by Simply WP | Solitaire Online