Pages

Kurikulum Pendidikan Bukan Sebuah Fungsi Kosong


Cateris paribus, come on kurikulum pendidikan itu bukan sebuah fungsi kosong

Well, saya kira kalimat saya di atas sudah bisa menggambarkan apa yang ada di otak saya. Ada sebuah group di sebuah situs jejaring sosial yang menamakan dirinya sebagai sebuah gerakan orang tua yang peduli pada kurikulum pendidikan negara kita. Dan siang ini, mereka memposting sebuah status yang menurut saya unbelievable. Kurang lebih, mereka bilang bahwa pendidikan kewarganegaraan harus dihapuskan dan puluhan orang me-like status tersebut. Saya kurang setuju dengan status itu, dan saya berusaha mengeluarkan argumen saya di sana, yang kurang lebih isinya saya tidak setuju terhadap penghapuskan mata pelajaran kewarganegaraan. Kenapa? Saya punya segudang alasan tapi saya hanya akan menyampaikan beberapa saja. Di dalam pelajaran kewarganegaraan yang saya pelajari dulu, di sana diajarkan ilmu-ilmu kehidupan seperti gotong royong, tenggang rasa, kerjasama dll. Dan ini urgent untuk dihapuskan. Dalam pelajaran moral : Agama, hal ini juga turut diajarkan tetapi kita juga harus tau aplikasinya di dalam bermasyarakat sebagai warga negara kan?

Kedua, mereka bilang tata negara itu terlalu rumit untuk dipelajari anak SD. Saya setuju, tetapi kalau bukan sekarang kapan lagi? Perlu diingat, bahwa susunan negara atau ilmu kewarganegaraan itu selalu diulang sampai bangku kuliah. Untuk apa? Agar hal itu tertanam kuat dalam otak kita. Jika tidak diperkenalkan pada saat duduk di bangku SD, kapan lagi? SMP? itu sangat terlambat. Amerika saja mereka sangat menekankan pendidikan kewarganegaraan, karena mereka tahu itu adalah mata pelajaran yang urgent. Untuk itu, mereka mewajibkannya. Selain itu ada sebuah argumen dari admin group, lalu 10 mata pelajaran itu kan terlalu banyak untuk siswa SD? Oke, kita sederhanakan saja. Ada mata pelajaran wajib dan ada mata pelajaran pilihan, kita pilah saja lagi lebih teliti. Seni, olahraga, keterampilan dsb itu bisa dimasukkan ke dalam mata pelajaran pilihan. Hei, materinya juga butuh disesuaikan, saya rasa pengulangan materi dari SD, SMP, SMA tidak jadi masalah. Siswa Indonesia saya rasa sangat butuh hal itu. Saya saja baru "ngeh" dengan materi akuntansi jaman SMA setelah berguru pada banyak guru dan dosen.

Ibaratkan kurikulum pendidikan itu sebagai sebuah fungsi, maka dia bukanlah fungsi kosong. Ada yang disebut cateris paribus, yaitu fakto-faktor yang selama ini dianggap tetap tetapi sebenarnya sangat berpengaruh pada fungsi. Apa saja? Fasilitas, guru yang handal, suasana yang enjoy dalam belajar. Apa itu semua sudah dipikirkan? Cmon, jangan jadi pribadi yang asal bicara saja. Bicara tentang sekolah maka kita bicara seluruh pilar di dalamnya, apakah guru sudah bisa menjelaskan dengan baik? Jangan-jangan gurunya yang membosankan dan tidak bisa menyampaikan materi dengan baik atau malah tidak menguasai materi sama sekali? Atau mungkin fasilitasnya yang masih minim. Sekolah masih beratapkan terpal dan berlantaikan tanah. Atau keadaan kelasnya yang kotor ? Membuat anak-anak tidak semangat menuntut ilmu. Ayo dipikirkan kembali :)

1 komentar:

Yuvi mengatakan...

Setuju, malu jadi warga negara tapi nggak tahu apa-apa tentang negara sendiri. Jangan bangga jadi penduduk dunia kalau identitas bangsa sendiri nggak ngerti.

Sedikit pendapat buat para orang tua itu: moral lebih berharga dari ilmu pengetahuan. Mau anaknya pinter tapi durhaka sama orang tua. Pinter tapi anti-sosial. Pinter tapi nggak punya toleransi. Bukannya hal-hal kayak gini diajarin juga di kewarganegaraan?

Good article, Nov! :D
Ayo maen ke sini :
http://yuvinarahome.blogspot.com/2011/12/pranata-masyarakat-belanda-dan.html

ada yang berkaitan juga.haha :p

Posting Komentar

 

Copyright © Thipposite. Template created by Volverene from Templates Block
WP by Simply WP | Solitaire Online