Pages

Tampilkan postingan dengan label Untuk Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Untuk Indonesia. Tampilkan semua postingan

Wawasan Sosial

Begitu banyak isu masyarakat saat ini yang belum terpecahkan. Banyak orang tidak tahu harus bagaimana dan seperti apa jika berhadapan dengan problematika masyarakat umum di Indonesia.
Anda sering menemui tetangga anda/ teman anda sakit parah lalu ia justru tidak mau dibawa ke rumah sakit dengan alasan ia lebih percaya berobat ke dukun? Anda pernah menemui ketika anda shalat berjamaah di masjid dan shaf jamaah tidak rapi dan sangat longgar? Anda mungkin pernah menemui perpustakaan desa yang teronggok begitu saja tanpa pembaca? Apakah itu bisa disebut masalah?

Ketika ditemui sebuah kejanggalan, mereka cenderung hanya sebatas menganalisis apa yang dianggap masalah di matanya. Apakah analisis saja cukup? Orang-orang yang merasa tahu solusi yang tepat cenderung pasif, tidak mengerti bagaimana menyampaikan argumennya kepada masyarakat itu sendiri. Mengingat sifat dasar manusia Indonesia yang kolot, ketika sudah merasa memegang prinsip maka prinsip itulah yang paling benar. Apalagi jika kita bicara masalah tradisi kejawen yang masih sangat lekat di tengah masyarakat jawa. Apakah masalah yang dianggap masalah tadi benar-benar masalah?

Ada beberapa tahapan yang harus dilakuka ketika seseorang menemukan sebuah masalah di tengah masyarakat.

1. Langkah pertama adalah menemukan apakah sebenarnya masalah itu. Apakah masalah itu benar-benar masalah? Atau hanya perasaan kita saja? Identifikasi masalah harus jelas dan menemukan sebuah konklusi yang akan dibawa pada langkah selanjutnya.
2. Penilaian. Apakah masalah tadi adalah masalah utama? Identifikasi akar masalahnya. Pada dasarnya masalah itu muncul karena sebuah keadaan, entah itu kegagalan sistem atau yang lain. Akar masalah itulah yang akan menjadi konsen utama dalam pembahasan selanjutnya.
3. Strategi perubahan. Apakah menilai dan mencari tahu akar masalahnya saja sudah cukup? Tidak. Diperlukan follow up untuk mengatasi masalah itu. Poin ini merupakan poin paling kompleks. Untuk menemukan sebuah strategi perubahan, dibutuhkan pengukuran tertentu untuk menentukan satu atau dua strategi tepat dalam penyelesaian masalah. Ada banyak faktor yang mempengaruhi pengambilan strategi, entah itu faktor lokasi, kebudayaan, persepsi.
4. Evaluasi. Evaluasi bukan sekedar penilaian kembali kekurangan sistem yang telah diimplementasikan. Evaluasi berkaitan dengan sistem kontrol. Ketika ditemui kejanggalan, maka harus ada follow up dan perbaikan.

Diskusi Intelektual 2

Diskusi Intelektual  Minggu 29 April 2012
Penerapan Pasar Modal Syariah di Indonesia
Ide saham syariah timbul karena kebutuhan spesifik DIM
Aturan Penerapan :
1.       Interest revenue tidak lebih dari 10% dari total revenue
2.       Strutur modal : Hutang basis bunga dibagi total ekuitas tidak lebih dari 82%
3.       Dua Indeks : Indeks saham syariah Indonesia dan JII (Top 30 kayak LQ 45)
4.       Pengecualian aturan masuk JII (3 Bulan) à Sekali go public masuk 10 kapitalisasi terbesar
5.       Yang tidak boleh :
a.       Tadlis à Front Running, Misleading information
b.      Taghrir  à Wash sale (transaksi semu) , Pre arrange trade (Jika tujuannya untuk membentuk harga haram)
c.       Najasy à Pump and dumb, Hype and dump, Creating fake demand/supply , Pooling interest
6.       Pasar modal tidak dilarang tetapi penerapannya ketika tidak benar maka diharamkan
7.       Sukuk di internasional merupakan sebutan jamak, ketika tunggal disebut islamic bond.
8.       Sukuk dibagi dua yaitu : mudharabah dan ijarah
9.       Sukuk mudharabah mirip saham berupa penyertaan modal bukan ngutangi
10.   Mengapa mudharabah? Agar lebih mudah tarik ulur modal daripada harus saham yang harus melalui tahap yang complicated
11.   Sukuk Ijarah : Penerbit sukuk ijarah membayar fee (ujrah) barang, sedangkan profit syah milik si penyewa (mirip KPR) , penyewa membayar uang senilai sukuk yang dikeluarkan bank
12.   Sukuk Ijarah punya fix income
13.   Warant (transaksi derivatif) diperbolehkan oleh MUI
14.   Pasar modal banyak ditentang karena  banyaknya mudharat yang mungkin muncul jika diterapkan
15.   Dalam obigasi syariah harus ada underlyingnya ada dasarnya beda jelas sama praktik pasar modal konvensional
16.   Underlying asset misal rumah dijadikan jaminan kalau-kalau investor nggak bisa bayar. Menghindari bubbles case
17.   Asset itu harus dimanfaatkan, mendorong sektor riil berkembang
18.   FV = A + Pokoknya gak ada bunga aja
19.   Future value  : dalam syariah mungkin negatif
20.   Konvensial sudah mengakar
21.   Kita pake revenue sharing bukan profit sharing : revenue (bagi pendapatan belum dikurangi biaya)
22.   Di islam pun berlaku high risk high profit

Diskusi Intelektual #1

Diskusi Intelektual
 23/03/2012

 *nggak semua dari kapitalisme itu jelek, bahkan macam-macam transaksi kayak mudharabah, musyarakah, salam, isthisna dll itu dulu sudah ada dari masa jahilliyah
*Utang itu nggak boleh dijual lagi (menghindari bubbles case)
*Utang piutang tidak menjadi fokus utama dalam pembelajaran eksyar, tetapi tidak berarti islam tidak mengatur hal ini
*Utang lebih baik untuk dialihkan untuk ekspansi lapangan pekerjaan dan terkonsentrasi pada sektor riil
*mikrofinance kayak BMT nggak jalan terlalu baik karena krisis kepercayaan baik dari masyarakat ataupun bank sendiri, solusinya subsidi dari lembaga zakat
*Saham syariah di Indonesia sekarang masih hanya sebatas barang produksinya haram atau nggak
*Untuk diketahui, Malaysia dan Arab Saudi telah menjadikan Eksyar sebagai nyawanya
*Di Bangladesh ada sebuah laboratorium eksyar, di Indonesia punya? Salah satu program followernya adalah koperasi yang dicetuskan Moh.Hatta
*Tren BMT stag di tahun 2012 ini, hanya berjalan dari 2008-2011
*Walau tren menurun, BMT senantiasa melakukan inovasi dan perubahan yang lebih baik *Indonesia harus jadi trendsetter bukan follower dari ekonomi konvensional terlebih dalam bidang financing
*Indonesia tidak melulu ikut mainstream konvensional tapi harus memberikan sebuah inovasi produk/lembaga yang sesuai dengan Islam
*Meniru bentuk, modifikasi proses. Why not?
*Bubble case 2008 di US adalah sebuah pembelajaran besar bahwa Eksyar adalah solusi dari keterpurukan kapitalisme
*Gelombang cinta adalah contoh praktik yang dilarang dalam Islam
*Fiqh keindonesiaan? Mau mengislamkan Indonesia atau mengindonesiakan islam?

Notes from the owner of this blog: 

Saya tertarik dengan sebuah pernyataan dari seorang dosen yang disampaikan di forum diskusi siang tadi. “Bagaimana mau menerapkan ekonomi Islam kalau orang-orangnya belum sepenuhnya Islam?” Bagi saya, ini adalah cambukan bagi para pejuang eksyar di seluruh belahan dunia. Bukan sebagai sebuah pesimisme, melainkan sebuah optimisme. Kalau saya jadi dosen itu mungkin saya juga akan melontarkan pertanyaan yang sama. Idealis sangat diperlukan dalam memperjuangkan eksyar, tetapi harus diikuti dengan langkah pasti. Kasarnya, buat apa kalian memperjuangkan eksyar, memberikan jutaan ide, meneriakkan perubahan buat apa kalian lakukan itu? kalian mencoba berubah saja tidak mau! Jadi, apa yang kalian perjuangkan? Pantas sajalah idealisme kalian mudah sekali runtuh  ketika sudah berhadapan dengan sektor riil. Lha kalian nggak pernah follow up ide kalian kok. *peace*

Seputar BBM

     Tidak bosan pagi siang malam sampai pagi lagi diskusi tentang masalah satu ini. BBM adalah salah satu hal yang krusial untuk dibicarakan karena mencakup hidup banyak orang di Indonesia khususnya golongan menengah ke bawah. Kenaikan harga minyak dunia telah memicu masalah besar bagi negara-negara dunia lebih khusus lagi negara berkembang. Tidak hanya itu, krisis Yunani yang tak kunjung usai sampai detik ini menambah deret masalah yang harus segera diselesaikan dalam jangka waktu dekat.

     Kenaikan harga BBM sebesar 1500 rupiah ditentang hampir 85% penduduk Indonesia menurut survey sebuah lembaga-yang dibahas dalam diskusi di sebuah statisun televisi. Apakah ini solusi terbaik yang bisa diambil pemerintah? Kebijakan ini sebenarnya adalah alternatif terakhir yang bisa diambil pemerintah dalam rangka menyelamatkan perekonomian negara- dengan mengorbankan rakyat. Tetapi, apakah sesulit itu keadaan negara saat ini? Saya rasa tidak. Pembebanan subsidi dalam APBN masih bisa diselamatkan. Berita korupsi dan penyalahgunaan wewenang di dirjen pajak adalah angin segar bagi kementerian keuangan. Hal ini membuktikan belum adanya tranparansi alokasi pajak pada penerimaan negara. Indonesia masih bisa mengusahakan pajak untuk penutupan biaya subsidi yang membengkak lima bulan terakhir. Jika keadaan ini masih sulit, pembebanan subsidi bisa dialihkan kepada peningkatan pajak bagi kendaraan mewah. Di satu sisi ini akan membantu pembiayaan subsidi, di sisi lain hal ini akan membawa dampak yang cukup signifikan untuk program pengurangan emisi gas kendaraan di Indonesia sesuai target KTT sebelumnya.

      Itu idealisme. Nyatanya pemerintah memang sulit sekali menekan beban subsidi yang mencekik APBN. Lalu apa yang sebaiknya dilakukan? Kurangi subsidi mungkin bisa menjadi solusi. Kenaikan sebesar 1500 rupiah seperti mimpi buruk bagi perusahaan dan UMKM di Indonesia. Naikkan tetapi tidak sampai 1500 rupiah, mungkin 500 rupiah. Kebijakan pemerintah kali cukup over confident. Cadangan inflasi yang masih cukup tinggi membuat pemerintah berharap banyak pada rakyat yang dikira mampu menghadapi kenaikan yang cukup drastis ini. BLSM pun tidak memberikan solusi. Dana yang salah sasaran dan pada akhirnya tidak dialokasikan untuk produksi massa. Kebijakan terbaik saat ini adalah BLSM dikhususkan kepada UMKM dan perusahaan-perusahaan menengah ke bawah. Dengan subsidi ataupun bantuan, cost of production mampu ditekan dan pada akhirnya harga kebutuhan pokok masih stabil. Tidak ada alasan untuk rakyat mengemis BLSM kepada pemerintah. Dana BLSM dapat dialokasikan pada perbaikan infrasruktur, serta membantu petani menjaga stabilitas kualitas dan pengadaan kebutuhan pokok. Bertahan sampai sembilan bulan ke depan adalah the main goal dan harus diprioritaskan.

 Noviati Wani Wibawati
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

Permainan Tilang Polisi

Siang tadi, sekitar waktu dzhuhur saya dan tiga teman saya berencana pulang dari kuliah. Awalnya saya berencana naik bus ke salah satu gedung pascasarjana di sebuah kampus di Yogya, tetapi rencana itu tidak jadi terlaksana karena akhirnya saya nebeng salah satu teman saya. Awalnya saya enggan karena saya ndak bawa helm, tetapi teman saya yang satu lagi bilang nggak papa karena daerah itu masih daerah kampus jadi masih dibebaskan. Dia memang beberapa kali lewat daerah itu tanpa helm, dan katanya nggak bakal kena tilang. Akhirnya dengan setengah-setengah, setengah takut setengah nekat setengah gila saya ngikut teman-teman saya itu. Kebetulan saya ke sana hanya mau mengembalikan buku dan jaraknya juga nggak jauh-jauh banget dari fakultas saya, cuma memang nggak deket juga. Akhirnya kami berempat dengan boncengan dua-dua sampai di perempatan gedung pascasarjana itu. Merasa pede tak akan terjadi apa-apa, kami jalan sesuai rambu ke arah gedung. Eh tau-tau dibelakang kami ada seorang polisi yang mengejar. Padahal waktu itu kami sudah sampai di gedung pascasarjana, tinggal belok aja. -__-

Akhirnya kami digiring ke kantor polisi terdekat. Di sana kami dijelaskan apa salah kami. Beberapa teman saya yang kena tilang disitu diloloskan oleh polisi setempat karena maklum mahasiswa suka seliwar-seliwer fotokopi bukulah, pulang sebentar ke koslah atau apalah lainnya. Sialnya kami berhadapan dengan polisi yang nggak mau kasih ampun. Jujur ini adalah pelanggaran pertama saya *dan terakhir kali aamiin* jadi agak gimana gitu. Saya dan teman-teman saya mengaku salah, meminta maaf. Tetapi si polisi bersikeras minta kami supaya bayar denda. Awalnya saya agak keberatan dengan dendanya, tapi setelah dipikir-pikir ya sudahlah toh ini untuk negara. Polisi itu menawarkan 3 solusi. Pertama, selesaikan melalui sidang di pengadilan dan sidangnya tanggal 7 maret besok. Kedua, bayar di BRI. Ketiga, bayar di tempat.

 Solusi tersingkat memang bayar di tempat. Mudah dan langsung selesai. Tapi kami berempat cukup perhitungan soal uang. Kami bingung mau bagaimana karena naluri mahasiswa yang mengeluarkan uang Rp50.000 per orang itu berat sekali, apalagi kami anak rantau. Dan akhirnya setelah lama sekali diskusi dan polisinya memang tidak sabaran, kami memutuskan untuk bayar di tempat. Setelah diputuskan, saya bertanya pada Pak polisi. “Kami minta nota/transkip tilang ya pak!” Saya pernah baca di forum-forum jejaring sosial, kalau ditilang di jalan/pos polisi itu harusnya minta nota tilang dan kalau tidak salah ingat warnanya biru. Eh si polisi bilang nggak ada nota. Kurang lebih polisi itu menjelaskan bahwa bayar di tempat itu tidak akan diberi nota, anda akan diberi nota kalau anda ikut persidangan. Spontan naluri mahasiswa saya berkecamuk *idealis* dan nggak terima. Lalu saya berdiskusi lagi dengan teman-teman saya. “Ini tranparansinya kemana ya?” “Siapa lagi kalau bukan kita yang bakal mencegah kejahatan kerah putih kayak gini!” “Gimana ni?”

 Si polisi itu masih aja nuntut kita cepet memutuskan, sampai akhirnya secara sepihak kami ditulis di laporan si polisi itu untuk sidang di pengadilan. Otomatis kami panik, kamipun memutuskan untuk bayar ke bank. Seusai bilang kami mau bayar ke bank, si polisi mulai ngoceh lagi. Intinya menawarkan solusi bayar di pos polisi itu, tapi kami tetep yakin mau bayar ke bank sampai polisi itu capek ngomong. Akhirnya STNK ditahan dan dua orang teman saya pergi ke BRI Pusat. Saya dan satu teman satu lagi stay di pos polisi itu. Pada saat kami sedang berbincang-bincang berdua, ada satu polisi yang baru saja masuk shift dan duduk di depan kami. Jiwa jurnalistik sayapun keluar, saya ingin menggali lebih dalam kemana uang kami sebenarnya pergi.

Saya mengulang pertanyaan yang awalnya saya ajukan ke polisi yang menilang kami tadi. Jawaban mereka masih sama bahwa tilang bayar di tempat itu ndak dapet nota. Polisi pertama juga bilang kalau uang itu buat ganti rugi dia ngelolosin kami karena nggak pake helm. Lalu saya tanya tentang uang yang dibayarkan di pos larinya kemana. Dan si polisi menjawab bahwa uang itu ya larinya ke daftar tilang. Karena merasa tidak mendapat jawaban yang memuaskan saya bertanya tentang uang yang kami kirim melalui BRI berakhir ke siapa. Dan si polisi menjawab bahwa uang itu masuk ke negara. Nah, merasa ada titik segar dari jawabannya. Sayapun mengulang pertanyaan pertama saya tadi. “Terus uangnya kalau dibayar kesini masuknya kemana pak?” Bapaknya menjelaskan lagi kalau uangnya masuknya ke denda tilang. Saya kejar dengan pertanyaan lain, “Denda tilang masuknya kemana pak?” Lalu si polisi itu berpikir sebentar lalu mengalihkan pandangan dari saya, berusaha menghindari kontak mata dengan saya dan teman saya. “yaaa..... ke negara masuknya.” Dengan jawaban akhir yang seperti itu, saya dan teman saya bisa menyimpulkan sendiri kemana uang itu pergi sebenarnya.

 Kami melakukan hal yang benar dengan membayar denda melalui bank serta kami mendapat surat tilang yang ternyata benar berwarna biru! Semoga tulisan ini bisa menginspirasi teman-teman, kakak-kakak dan adik-adik untuk selalu waspada. Dan pesan saya, janga lupa pakai helm dimanapun anda berada walaupun itu hanya di lingkungan kampus hehe! Salam Sejahtera!

Sentilan Untuk DPR dari Jalanan Yogya

Dari Yogya untuk DPR ...

(Profil+Studi Kasus Singkat) Maicih , Bermula dari Twitter Melenggang ke Industri Nasional


Siapa tak kenal Maicih? Maicih adalah sebuah industri kecil makanan dari Bandung yang memproduksi keripik setan dengan aneka level. Mengintip sedikit profil usaha ini di web officialnya Vrofil Maicih , Maicih lahir dan terangkat kepopulerannya dari jejaring sosial twitter. Bermula dari twitter, sang pemilik Dimas Ginanjar Merdeka atau lebih sering dipanggil Bob mempromosikan Maicih dengan hastag Maicih. Lalu berlanjut dengan pembuatan akun twitter official bagi industri ini, hingga akhirnya bisa sebesar saat ini.

Ada yang menarik dari industri ini. Program Corporate Social Responsibility (CSR) yang mereka canangkan adalah 1 Coin 1 Leaf. Untuk setiap output penjualan disisihkan Rp100,00 untuk disumbangkan pada organisasi kepedulian dan perbaikan lingkungan. Selain itu, logo Maicih yang mengangkat nilai kesederhanaan dan legowo dalam menghadapi kerasnya kehidupan telah menjadi satu daya tarik tersendiri. Maicih juga memberi perhatian pada seni kebudayaan Sunda terutama pada musik tradisional, tarian, bahasa dan pakaian adat. Menarik bukan?

Didirikan Juni 2010, Maicih kurang dalam periode dua tahun sudah menjangkau pasar Jawa dan sekitarnya. Mereka memberikan julukan khusus bagi distributor dan konsumennya yaitu anak emak untuk disributor dan incu emak untuk konsumen/ pelanggan.Strategi penjualan yang dilakukan olehnya pun unik. Konsumen harus "mengejar" bukan didatangi oleh produsen. Inilah yang menjadi point of interest dari produk ini. Sistem word by word yang berjalan secara tidak langsung mengakomodasi produsen untuk sekaligus melakukan promosi. Berbeda dengan industri kecil lain, mereka tidak menjual produk mereka pada para pengecer tetapi menggunakan sistem ditributor resmi. Setidaknya itu yang saya temukan di kota tempat saya tinggal, Yogya. Hal ini tentu membuat industri ini sedikit "aman" dari persaingan keripik setan nasional. Maicih melakukan diferensiasi dalam hal sistem penjualan.That's the key of this industry.

Diferensiasi produk adalah sebuah kunci dalam memasuki pasar saat ini, terutama untuk indutri primer seperti makanan, pakaian dan kebutuhan sehari-hari lain. Diferensiasi bisa dilakukan dengan berbagai cara, contohnya Maicih dalam hal distribusi produknya. Selain itu, pembeda lain bisa dari harga, kualitas, packaging dan bentuk produknya. Industri Indonesia mulai mendapatkan ritme persaingan output produksi yang sehat dan senantiasa update terhadap perubahan saat ini. Sehingga, industri lain mau tak mau harus mengejar kemajuan sistem produksi maupun maupun distribusi yang telah berkembang pesat.

Ke depannya akan banyak ditemui lebih banyak lagi industri-industri kecil dalam skala regional maupun nasional. Kreativitas anak muda pun iku terasah dengan hadirnya berbagai macam produk dengan pembedanya masing-masing. Tentu ini adalah angin segar bagi dunia perekonomian dalam negeri. Lagi-lagi UMKM menjadi point of view masyarakat bahkan anak muda. Lalu selanjutnya yang harus dilakukan, jangan jadikan mereka the second choice!




Rakyat VS DPR

Memasuki awal 2012, DPR membuat sensasi baru. Renovasi Gedung DPR menjadi topik panas di berbagai komunitas. Menelisik ke pelosok, DPRD Sumatera Utara-pun melakukan hal yang sama, bedanya mereka hanya menambahkan fasilitas gym di dalam gedung. Bagaimana anda menanggapi hal ini? Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan kepada mereka sebenarnya. Apakah DPR sudah membentuk tim studi kelayakan renovasi? Dari mana uang renovasi diambil? Dan berbagai pertanyaan mendesak lain yang rasanya ingin saya ledakkan di gedung itu. Saya yakin mereka cukup punya akal yang sehat untuk berpikir tentang hal ini, hanya saja saya kecewa dengan apa yang mereka katakan-mereka sebut perjuangan- tidak sama dengan keadaan di lapangan. Ini bukan masalah uangnya, hanya keadilan dan kesejahteraan yang sedang diperjuangkan.

Banyak petani yang kehilangan lahannya, nelayan banyak yang menjadi pengangguran, serta banyak anak putus sekolah. Mereka buta?

Di sisi lain muncul sebuah pembaharuan besar-besar-an di bidang teknologi, pembaharuan ini justru dilakukan oleh pelajar SMA dan SMK. Dengan keterbatasan, mereka mengaplikasikan ilmu yang mereka dapatkan dan “menciptakan” sesuatu. Tangan dan akal mereka bekerja dengan sangat baik. Malukah mereka ?

Demo besar-besaran terjadi di berbagai pusat provinsi, tidak lepas juga ibukota, menuntut hak atas tanah. Sang pemimpin angkat suara kepada publik bahwa ia kecewa dengan kinerja timnya. Katanya, ia tak akan segan untuk memecat orang yang memegang otoritas dalam kasus tersebut. Ingat artikel saya yang tentang demo hak atas tanah di Malioboro? Demo itu sudah muncul sejak lama. Selama ini mereka kemana saja?

Anak-anak berlari dari rumahnya menuju sekolah yang berjarak kurang lebih 10 kilometer. Berlari dengan sandal sederhananya menembus jalanan tak rata dan menyeberang sungai yang bahkan jembatannya nyaris ambruk. Mereka pikir cerita ini tidak nyata?

Lalu, apa yang sebenarnya mereka lakukan di gedung itu? Tidur? Debat kusir yang berujung menggantung? Atau hanya ingin mendapatkan uang rapat saja?

Kurikulum Pendidikan Bukan Sebuah Fungsi Kosong


Cateris paribus, come on kurikulum pendidikan itu bukan sebuah fungsi kosong

Well, saya kira kalimat saya di atas sudah bisa menggambarkan apa yang ada di otak saya. Ada sebuah group di sebuah situs jejaring sosial yang menamakan dirinya sebagai sebuah gerakan orang tua yang peduli pada kurikulum pendidikan negara kita. Dan siang ini, mereka memposting sebuah status yang menurut saya unbelievable. Kurang lebih, mereka bilang bahwa pendidikan kewarganegaraan harus dihapuskan dan puluhan orang me-like status tersebut. Saya kurang setuju dengan status itu, dan saya berusaha mengeluarkan argumen saya di sana, yang kurang lebih isinya saya tidak setuju terhadap penghapuskan mata pelajaran kewarganegaraan. Kenapa? Saya punya segudang alasan tapi saya hanya akan menyampaikan beberapa saja. Di dalam pelajaran kewarganegaraan yang saya pelajari dulu, di sana diajarkan ilmu-ilmu kehidupan seperti gotong royong, tenggang rasa, kerjasama dll. Dan ini urgent untuk dihapuskan. Dalam pelajaran moral : Agama, hal ini juga turut diajarkan tetapi kita juga harus tau aplikasinya di dalam bermasyarakat sebagai warga negara kan?

Kedua, mereka bilang tata negara itu terlalu rumit untuk dipelajari anak SD. Saya setuju, tetapi kalau bukan sekarang kapan lagi? Perlu diingat, bahwa susunan negara atau ilmu kewarganegaraan itu selalu diulang sampai bangku kuliah. Untuk apa? Agar hal itu tertanam kuat dalam otak kita. Jika tidak diperkenalkan pada saat duduk di bangku SD, kapan lagi? SMP? itu sangat terlambat. Amerika saja mereka sangat menekankan pendidikan kewarganegaraan, karena mereka tahu itu adalah mata pelajaran yang urgent. Untuk itu, mereka mewajibkannya. Selain itu ada sebuah argumen dari admin group, lalu 10 mata pelajaran itu kan terlalu banyak untuk siswa SD? Oke, kita sederhanakan saja. Ada mata pelajaran wajib dan ada mata pelajaran pilihan, kita pilah saja lagi lebih teliti. Seni, olahraga, keterampilan dsb itu bisa dimasukkan ke dalam mata pelajaran pilihan. Hei, materinya juga butuh disesuaikan, saya rasa pengulangan materi dari SD, SMP, SMA tidak jadi masalah. Siswa Indonesia saya rasa sangat butuh hal itu. Saya saja baru "ngeh" dengan materi akuntansi jaman SMA setelah berguru pada banyak guru dan dosen.

Ibaratkan kurikulum pendidikan itu sebagai sebuah fungsi, maka dia bukanlah fungsi kosong. Ada yang disebut cateris paribus, yaitu fakto-faktor yang selama ini dianggap tetap tetapi sebenarnya sangat berpengaruh pada fungsi. Apa saja? Fasilitas, guru yang handal, suasana yang enjoy dalam belajar. Apa itu semua sudah dipikirkan? Cmon, jangan jadi pribadi yang asal bicara saja. Bicara tentang sekolah maka kita bicara seluruh pilar di dalamnya, apakah guru sudah bisa menjelaskan dengan baik? Jangan-jangan gurunya yang membosankan dan tidak bisa menyampaikan materi dengan baik atau malah tidak menguasai materi sama sekali? Atau mungkin fasilitasnya yang masih minim. Sekolah masih beratapkan terpal dan berlantaikan tanah. Atau keadaan kelasnya yang kotor ? Membuat anak-anak tidak semangat menuntut ilmu. Ayo dipikirkan kembali :)

Baliho

Beberapa hari yang lalu, kenapa beberapa hari yang lalu? karena saya lupa kapan -___-, saya liat sebuah baliho di deket Hotel Inna *pip* sekitaran Malioboro mall. Baliho sih biasa, tapi yang diiklanin itu lho masyaAllah. Sesuatu yang nggak banget deh- baca : pub- so disgusting -___-. Err, pengen tak copot atau bakar, emang diijinin ya pasang baliho begituan? bodo PEMDA-ne. Mending yang beginian yang dipasang ... 




B-E-C-A-K ! BECAK !

12 Desember 2011 13.42 WIB
setelah jeprat jepret kamera dan tat tit tut di detektor jari kecamatan

Di dalam becak, merenung sebentar ... ehm, terakhir kali naik becak kapan ya? dan apakah becak 10 tahun lagi masih ada di kota kecil yang aku tinggali saat ini? mollayooooooo




Yuk, naik becak yuk. Daripada jalan kaki, pegel becek uh apalagi kalau ujan mending naik becak dong. Itung-itung bantu bapak becaknya sekalian ikut melestarikan alat transportasi tradisional negara kita.


Super Junior Visit - Sick Child from Indonesia



Well, hah nggak ngerti mesti ngomong apa. Terharu dan merasa kasihan sama adiknya. Adik yang dikunjungi ini namja berusia sekitar 8-9 tahun terkena penyakit mata, sepertinya katarak, dan diberangkatkan ke korea selatan untuk melakukan pengobatan lebih lanjut. Dan beruntungnya ia, selama pengobatan ia didampingi super junior. Super junior setia banget nemenin adiknya bahkan beberapa kali mengucapkan kosakata bahasa indonesia agar "nyambung" ngobrol sama adiknya. Nggak bisa berkata-kata ni, cek sendiri aja XD




 

Raihan, Pahlawan tanpa Pandang Usia

Usia, seringnya menjadi sebuah patokan akan kedewasaan seseorang. Nyatanya, teori itu tidak sepenuhnya benar. Usia bukanlah sebuah parameter untuk mengukur tingkat kedewasaan. Hal ini dibuktikan dengan sebuah sikap patriotisme dan nasionalisme yang ditunjukan seorang pria berusia 23 tahun di kawasan tempat tinggal saya. Pria ini bernama Raihan Adikatama Putra. Sikap nasionalisme dan taggungjawab yang tinggi telah ia tunjukkan. Hal yang dilakukannya sebenarnya bukan hal yang besar. Bahkan sebuah hal yang cenderung kebanyakan orang menghindarinya dan bahkan meremehkannya. Mas Raihan, begitu kami memanggilnya, sederhana saja ia hanyalah seorang ketua RT di kampung kami. Mengapa saya tertarik menceritakan kisahnya ? Karena mungkin dia adalah seorang ketua RT termuda sepanjang masa.

Di usia 22 tahun, ia sudah menjadi pengurus RT di kampung kami. Bukan hal yang biasa tentunya. Mengingat jabatan ketua RT umumnya selalu dipegang oleh sesepuh-sesepuh. Jabatan ketua RT seringnya diamanahkan pada bapak-bapak yang sudah berkepala empat atau sudah pensiun dari pekerjaan tetapnya. Tetapi mas Raihan dengan tekadnya yang membara bersedia menjadi ketua RT dalam periode tahun terakhir ini. Selain menjadi ketua RT, dengan kesediaan penuh dan bukan paksaan tentunya, beliau juga bekerja di Pemda Yogyakarta. Beliau adalah lulusan UGM jurusan teknik sipil tahun lalu dan sekarang selain menekuni bidang profesinya beliau juga aktif berwirausaha di rumah orang tuanya.

Ketekunan, keseriusan dan tanggungjawab selalu ia perlihatkan pada masyarakat. Ketika ada waktu luang, ia memilih untuk berkeliling bercengkerama dengan para tetangga daripada berdiam diri di rumah. Tak heran jika banyak warga yang ingin mencalonkannya kembali sebagai ketua RT untuk periode yang akan datang. Usianya yang masih sangat muda tidak membuat dia pesimis namun justru menjadi sebuah batu loncatan untuk merubah mindset masyarakat tentang arti sebuah kepemimpinan.

Awalnya ia memang tidak yakin akan mendapat dukungan besar dari masyarakat, tetapi dengan kepercayaan diri dan modal niat ibadah kepada Allah, Ia akhirnya mencalonkan diri. Siapa sangka ia akan terpilih dan menduduki jabatan seperti yang sekarang ia tempati. Masyarakat memberikan kepercayaan penuh pada pemuda ini. Mereka yakin bahwa akan ada perubahan ke arah lebih baik jika pemuda-pemudi yang mengelola kampung kami. Mas Raihan menjadi sebuah tonggak perubahan, dimana tidak ada politik uang yang selama tahun-tahun terakhir terjadi. Melalui tangannya berbagai perubahan positif terjadi.

Inilah sikap nasionalis yang ditunjukan seorang pemuda asal daerah saya. Bukan nasinalisme yang berlebihan, bukan nasionalisme yang sok-sok-an, bukan nasionalisme yang hanya sekedar nama tetapi ada bukti nyatanya. Pengabdian pada masyarakat secara utuh dan tanpa pamrih. Itulah dia mas Raihan. Mari kita teladani bersama.

***


Sebuah tulisan fiksi yang lahir karena keterpaksaan tugas ospek *jiaaaah* tetapi setelah saya baca ulang cukup makjleb. Apa itu nasionalisme? Nasionalisme bukan masalah "hei, aku punya kaos merah putih banyak lho di rumah" atau "apa sih kamu sukanya nonton film barat, nggak nasionalis", nasionalisme tidak sesempit itu sebenarnya. Dan tidak harus secara simbolis, berprestasi membawa nama indonesia di kancah internasional adalah salah satu bukti nasionalisme. Wow, itu terlalu idealis dan besar. Kita sederhanakan dengan aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, ini juga merupakan bukti nasionalisme. Bukti, b-u-k-t-i jangan hanya ngomong. Realisasinya mana? Action-nya mana? hehehe.


*sebenarnya saya nggak setuju sama orang yang menuhankan nasionalisme dan melarang/ membatasi gerak hobi/ ketertarikan orang lain, well saya k-popers dan saya cukup terganggu dengan orang-orang yang mengejek bercanda kalau saya nggak nasionalis. eits, rasanya pengen tak gigit itu orang hahahaha. nah, intinya nasionalis itu nggak hanya bisa dibuktikan dengan satu hal seperti itu saja, tapi ada jutaan cara. Jadi, jangan bilang kalau saya nggak nasionalis ya hahahaha. Eh, aku nasionalis nggak sih? #kaabuurrrr

Buang Kata 'Adil'-mu ke Tempat Sampah

Terus saja kau gembor-gemborkan visi misi politikmu itu, sesuatu yang kau sebut a-d-i-l. Well, apa itu sebenarnya adil? Berbicara tentang Indonesia, berarti kita bicara masalah pendidikan yang masih sulit dijangkau masyarakat kecil. Beberapa waktu lalu, saya diminta untuk menulis sebuah essai oleh badan press kampus tentang pendidikan indonesia yang mahal. Sebenarnya, pemerintah sudah berusaha untuk mengatasi masalah kritis tersebut. Dengan apa? Salah satunya -untuk perguruan tinggi- dengan beasiswa dari pemerintah untuk yang tidak mampu. Ini yang akan saya tulis disini, catat t-i-d-a-k m-a-m-p-u. Nyatanya? Apakah tepat sasaran?

Beberapa anak yang mendapat beasiswa ini merasa tidak pantas dan terkurung dalam rasa bersalah mereka sendiri. Sebentar, siapakah mereka? Orang-orang ini justru adalah orang-orang yang memang masuk kategori tidak mampu. Sebagian besar lainnya, merekalah orang-orang yang mengklaim diri mereka tidak mampu nyatanya keluarganya sangat mampu untuk membiayainya sekolah/kuliah. Apa sebenarnya yang terjadi?

Saya sedang bicara tentang sebuah institusi elit di indonesia, yang darinya telah lahir tokoh-tokoh bangsa bahkan dunia. Mental seperti inikah yang dimiliki calon pemimpin bangsa? Enyah sajalah kalau begitu. Berapa banyak anak-anak yang telah kehilangan haknya karena pemikiran sempit dan bodoh orang-orang tadi? Menyedihkan.

Pemerintah sudah berusaha semaksimal mungkin untuk pemerataan itu agar terjadi, tetapi tidak semua hal menjadi tanggung jawab pemerintah kan? bagaimana dengan kita? pelajar, mahasiswa, masyarakat dan warga negara hanya diamkah? Tak usahlah kita menuntut keadilan pada pemerintah, kalau kita sendiri tidak bisa adil pada diri kita, masyarakat dan lingkungan kita. Tak usahlah sok-sok-an bercita-cita ingin mengubah dunia agar lebih baik kalau kau tak pernah memulainya dari dirimu sendiri. Siapa  yang akan percaya? Siapa lagi kalau bukan dirimu sendiri kan? 

Buka mata kita, hati kita. Kalau mentalitas calon pemimpin bangsa saja sudah seperti ini, jangan harap indonesia akan lebih baik ke depannya nanti. Buang saja kata 'adil'-mu itu kalau kau tak bisa memulai dari dirimu sendiri.






Orde Biru

Satu dua kasus, lalu berlanjut menjadi setumpuk dua tumpuk dan bertumpuk-tumpuk di meja hijau. Dan semuanya tentang dua kata : degradasi moral. Korupsi, suap dan berbagai kriminalitas lainnya. Mau dikemanakan masa depan negara ini? Pertanyaan ini yang sering muncul dan seminggu yang lalu saya sampaikan pada dosen saya di kelas. Dan jawabannya tentu sudah sering saya dengar, masih sama, “Jika kamu tidak bisa memberikan solusi untuk sekarang ini, maka jangan menjadi bagian dari masalah itu sendiri.” Simpel, lugas dan jelas. Well, seandainya ini dipahami oleh pejabat-pejabat kita di atas sana. Tidakkah mereka bisa membuka telinga mereka sedikit dan mencoba mendengarkan suara rakyat? Come on, kami bukan patung yang bisa kalian diamkan atau budak yang bisa diperlakukan seenaknya. Tanpa suara kita, mereka bukan apa-apa. Inilah keadaannya, tidak jauh beda kan dengan orde baru?

Demokrasi hanya menjadi kambing hitam. Sama seperti pancasila pada era orde baru. Semua orang mensakralkan pancasila sebagai identitas bangsa. Pancasila dianggap sebagai sebuah pembaharu, yang nyatanya pancasila sebenarnya memang sudah ada sejak dulu. Pancasila menjadi alat bagi para penguasa untuk menghalalkan segala cara untuk menggapai semua keinginan mereka. Rakyat? Terkekang. Orde biru, demokrasi menjadi alat bagi para penguasa untuk melakukan hal yang sama. Money politic menjadi sebuah fenomena yang diwajarkan dan demokrasi masih saja berani dijunjung-junjung tinggi. Cross pasti, namun inilah kenyataannya.

Di sisi lain, kami, mahasiswa, dihasut pelan-pelan oleh dosen,politisi,pakar ekonomika dan yang lainnya bahwa kami dan Indonesia punya masa depan cemerlang yang mungkin tidak akan pernah dibayangkan sebelumnya. Indonesia dari berbagai sumber berpotensi menjadi Leader Economics of the World mungkin 50-100 tahun lagi. Well, siapa yang tidak tergiur dengan wacana ini? “World” mungkin agak berlebihan, Asia saja saya rasa sudah sangat membanggakan. Atau setidaknya kita bisa menyamai atau menggantikan negara-negara yang sekarang sedang kolaps perekonomiannya : Inggris, Yunani, Jerman. Kami dihantam dengan kenyataan-kenyataan yang memang benar adanya : Ya, Indonesia punya potensi lebih. Namun dibalik itu, kami seperti tidak mendapat dukungan dari pihak pemerintah. Kami diberi ruang, kami menyampaikan lalu suara kami dibuang seperti sampah.

Idealis memang. Tak ada salahnya, selama ini demi kebaikan. Dan btw, setelah orde biru ini orde apa ya yang akan menjadi pengganti? Kuningkah? Saya harap suara indonesia untuk presiden yang akan datang murni dari hati, bukan karena uang sogokan. Kita ingin negara kita bersih kan? So, mulailah dari diri sendiri. Belajar jujur dan beretikalah dengan baik. Adaptasi pada jabatan baru itu jauh lebih mudah dan tidak butuh waktu lama, tetapi etika tidak bisa dibangun dalam waktu singkat. Etika adalah cermin dari keseharian dan kepribadian kita. So, bagi yang koruptor? No comment.

Beri Aku Sepuluh Pemuda

Beri aku sepuluh pemuda, maka akan aku ubah dunia. Quote ini berasal dari presiden pertama kita, I.r Soekarno. Hari ini aku melihat sebuah keyakinan dan kepercayaan bahwa Indonesia masih punya kesempatan untuk maju. Dalam majority keputusasaan dan kekecewaan, ada sebuah komunitas yang masih memperjuangkan kemerdekaan yang hakiki. Kemerdekaan tanpa dijajah produk-produk luarnegeri, kebebasan dari penyakit moral yang akut, kebebasan untuk apresiasi bakat dan ilmu tanpa terasimilasi dengan budaya barat yang memuakkan. Di tengah kerakusan dan wabah modernisasi, segelintir pemuda bergerak menerbangkan bendera merah putih ke dunia internasional dengan caranya sendiri, memperkenalkan pemuda potensial Indonesia di kancah internasional. Itulah mereka, Indonesia Future Leaders. Semoga, saya suatu hari nanti bisa bergabung bersama komunitas pejuang kebenaran tersebut. Hopefully, i can join with IFL  Aamiin.

INDONESIA MUSTAHIL BISA MAJU

INDONESIA MUSTAHIL BISA MAJU 

Indonesia mustahil bisa maju. Kenapa? Sebelumnya baca yang satu ini dulu…

Kepanitiaan, apa yang muncul dalam benak kita jika mendengar kata yang satu ini? Perkumpulan, sebuah kesatuan , kerjasama, atau seorang pemimpin?

Begitu banyak ilmu yang dapat kita ambil apabila kita turut terjun dalam sebuah kepanitiaan .Seperti belajar menghargai pendapat oranglain, belajar memahami situasi dan kondisi dan masih banyak yang lain serta juga tak lupa mempelajari karakteristik orang lain, yang selama ini hanya kita pelajari di kelas dalam pelajaran Sosiologi.

Sebuah kepanitiaan tidak akan berjalan dengan semestinya tanpa seorang pemimpin yang cakap yang bisa mengarahkan ke dalam tujuan berorganisasi yang hakiki. Di dalam kepanitiaan terdapat program kerja yang harus dilaksanakan selama masa jabatan. Dalam penyelenggaraan acaranya ,dibutuhkan pemimpin yang cakap yang bisa mengarahkan dan memberi semangat kepada seluruh kesatuan yang ada di dalamnya.Ada beberapa faktor yang menyebabkan sebuah kepanitiaan tidak berjalan sesuai fungsinya sehingga mewabah pada program kerja yang sedang dikerjakannya.

1. Apabila dalam praktiknya, pemimpin tersebut tidak dapat memberikan apa yang seharusnya diberikan oleh seorang pemimpin yang baik – sebagai motivator dan sebagai penggerak roda kegiatan yang sedang dijalankan – maka yang terjadi adalah kekacauan dalam pelaksanaan kegiatan. Istilah Jawa dikatakan “BUBRAH KABEH”, karena tidak ditemukannya pribadi seorang pemimpin dalam diri “sang pemimpin”. Pada akhirnya , kegiatan tidak dapat berjalan dengan semestinya dikarenakan faktor tidak adanya seorang pemimpin yang cakap.

2. Sama halnya , suatu kepanitiaan juga tidak akan berjalan sesuai dengan fungsinya apabila departemen departemen yang berada di bawah kepanitiaan tidak berjalan dengan semestinya , dalam hal ini tidak ada koordinasi dan adanya miskomunikasi antara satu anggota dengan anggota yang lain. Hal ini memicu masalah yang lain di dalam kepanitiaan sebuah acara.

3. Faktor yang lain adalah ketika dalam sebuah kepanitiaan , si pemimpin tidak merasa dihargai oleh anggota-anggotanya, dan anggota-anggotanya juga merasa tidak dihargai kehadirannya maupun ide ide dan aspirasinya. Tidak ada rasa menghormati dan menghargai antara satu dengan yang lain dalam sebuah kepanitiaan.

Pembahasan diatas saya ungkapkan berkaitan dengan keadaan dan situasi Indonesia saat ini. Terlebih pada awal pemerintahan SBY Jilid 2 saja sudah bermunculan banyak sekali permasalahan. Dan sangat disayangkan, permasalahan permasalahan yang muncul justru berkaitan dengan dunia politik yang seakan akan ingin rezim SBY segera berakhir. Padahal hasil pemilu 2009 sudah jelas, SBY terpilih kembali sebagai presiden atas dasar suara mayoritas warga Negara Indonesia. Lalu apa yang salah? Bukankah negara kita menerapkan asas demokrasi lewat pemilu? Apa yang perlu di evaluasi kalau begitu? Pemerintahannya? Rakyatnya? Atau moral keduanya? Kenapa Indonesia tidak bisa maju? Kenapa permasalahan demi permasalahan muncul dan selalu menghujani Indonesia?

Sebuah kepanitiaan kecil saja tidak akan berjalan sesuai fungsinya apabila di dalam kepanitiaan tersebut tidak ada rasa saling menghormati dan menghargai antaranggota. Apalagi untuk sebuah negara, yang mayoritas terdiri dari berbagai macam suku dan budaya. Tentu dalam konteks permasalahan ini, tidak gampang menyatukan berbagai kelompok sosial yang memiliki keanekaragamannya sendiri. Tapi tengoklah negara negara maju di luar sana. Bagaimana bisa, mereka membangun sebuah kepanitiaan besar berupa sebuah Negara dan sukses dalam menjalankannya. Oh tentu, mereka tidak gampang membangun negaranya. Tidak bisa dipungkiri negara negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang,Singapura , mereka juga tidak luput dari permasalahan permasalahan sosial di dalam menjalankan kegiatan bernegaranya. Tapi apa yang membuat mereka sukses dalam memecahkan setiap permasalahan di negara mereka? KARENA MEREKA SALING MENGHARGAI DAN MENGHORMARTI. Karena dalam praktik penyelenggaraan negara mereka ada suatu hubungan timbal balik dan kesadaran yang begitu besar antara pihak pemerintah (sebagai pemimpin) dan masyarakat/ warganegara(sebagai pihak yang dipimpin ). Merek sadar bahwa yang sedang dikerjakan oleh Pemerintahan mereka adalah untuk membawa negara mereka ke arah yang lebih baik. Dan pihak pemerintah sangat menghargai apresiasi dari warga negaranya. Mereka tidak menyiayiakan kepercayaan dari masyarakat yang telah memilih mereka. Sehingga ada hubungan timbal balik yang kuat, pemerintah memberi tapi warganegara juga memberi. Pemerintah menerima tapi masyarakat juga menerima. Yang diberi dari masyarakat adalah kepercayaan , sedangkan yang diberi pemerintah adalah pengabdian. Nah, bagaimana dengan Indonesia sekarang ini? Apakah sudah ada hubungan timbal balik seperti yang dilakukan negara negara maju di luar sana? Sayang, pemerintahan negara kita begitu egois, masyarakatnya juga egois, dua-duanya semaunya sendiri. Sehingga tidak ada sinkronisasi diantara keduanya. Terlebih, Indonesia tidak pernah belajar dari sejarah masa lalunya… Sangat disayangkan 

Lalu apa yang harus dievaluasi? Mari kita renungkan bersama 

100 HARI SBY-BOEDIONO , BAGAIMANA SEJAUH INI?

100 HARI SBY-BOEDIONO , BAGAIMANA SEJAUH INI?

28 Januari 2010
Pagi ini, Aku hanya mendengar dari bisikan orang orang dan acara televisi yang ditonton Ibuku, “100 HARI SBY-BOEDIONO DISAMBUT DEMONSTRASI DI BERBAGAI DAERAH”. Aku hanya bisa bilang hedeh hedeh (ngutip bahasane senata prima  ).

Untuk pemerintahan SBY Boediono sendiri aku kurang mengamati kinerja mereka. Baik itu kemajuan ataupun kemunduran kemunduran yang muncul selama rezim mereka bertahan, kenapa aku katakan rezim? Karena di televisi mereka begitu mendominasi dan bermunculan di berbagai acara televisi. Paling paling aku cuma mengikuti perkembangan dunia ekonomi dan bisnisnya saja, maklum calon sarjana ekonomi B).
Tapi sejauh yang aku amati sampai detik ini, Pemerintahan RI sekarang seakan akan di dalamnya terdapat miskomunikasi dan salahpengertian antara satu dengan yang lain, sehingga melahirkan masalah masalah yang seharusnya tidak ada. Dan karena keteledoran itu, masyarakat juga yang kena getahnya. Setiap hari tontonannya cuma Investigasi Berkaitan Masalah Bank Century, atau Pembunuhan Nashrudin Mulai Sedikit Terungkap atau Hanya Dengan Mencuri Kakao Anda Bisa Merasakan Nikmatnya Hidup di Penjara (hedeh XD)

Ya, aku cuma bisa berharap dan mendoakan semoga di tahun 2010 ini , pemerintahan Indonesia sedikit (banyak juga nggak papa) mendapat angin segar sehingga bisa memperbaiki pondasi pondasi negara kita yang sudah bobrok, semakin hari pondasi kita semakin rapuh karena digerogoti pihak pihak yang tidak bertanggungjawab(semoga mereka sadar). Saya punya sedikit pesan untuk Pemerintahan SBY-BOEDIONO “JANGAN HANYA MEWARISI PUING” (dikutip dari perkataan mas Isnan, hehehe).
Semoga saja ke depan nanti kita bisa menjadi bangsa yang lebih baik dari sekarang, Amin.

Untuk itu, mari kita evaluasi diri kita mulai dari sekarang. Apa yang sudah kita berikan pada Indonesia? 

RESTRUKTURISASI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) PANTAI PANGANDARAN

RESTRUKTURISASI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) PANTAI PANGANDARAN

      Nelayan. Apa yang ada dalam benak kita semua apabila mendengar kata yang satu ini? Mungkin ikan, lautan yang luas tanpa batas, perahu atau… TPI/ Tempat Pelelangan Ikan? Nasib Nelayan di Indonesia semakin hari semakin memprihatinkan. Bagaimana tidak, mereka tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah. Lihat saja nasib nelayan nelayan di pantai pangandaran. Ketika tsunami yang terjadi pada 2006 lalu, para nelayan kehilangan perahunya sehingga mereka tidak dapat melaut lagi. Turunlah bantuan dari pemerintah waktu itu berupa perahu perahu sebagai ganti dari hilangnya perahu perahu yang hilang ditelan gelombang. Namun apa yang terjadi? Perahu perahu tersebut salah sasaran. Yang tadinya tidak punya perahu dan tidak melaut, jadi punya perahu. Padahal awalnya mereka tidak punya perahu, bahkan mereka tidak pernah melaut. Lah, bagaimana dengan nasib pelaut yang kehilangan perahu? Ya, mereka terpaksa menggantungkan jaring. Walau bagaimanapun, mereka sudah kehilangan perahu mereka, bagaimana mungkin mereka melaut tanpa perahu. Untuk membeli jaring saja mereka tidak mampu, apalagi membeli perahu yang harganya jauh lebih mahal?

Itu baru salah satu permasalahan para nelayan di pantai pangandaran. Mungkin tidak kita sadari , ketika kita makan di rumah makan atau restoran yang menyediakan menu Seafood , tak jarang kita mengeluh karena setelah menikmati hidangan Seafood restoran kantong kita habis terkuras tak lain karena harga Seafood yang terlampau mahal. Pernahkah kita berpikir, berapa Bandar ikan/tengkulak membeli hasil tangkapan ikan nelayan selama seharian ? Masalah inilah yang selalu menghantui para nelayan. “ Tapi ya mau bagaimana lagi, kami ini butuh uang untuk menghidupi keluarga kami seharian?” ujar para nelayan ketika ditanya perihal masalah ini. Karena masalah itu, maka munculah inisiatif dari para nelayan Pangandaran untuk membentuk “Tempat Pelelangan Ikan”. Ide kretif ini muncul begitu saja. Namun pada perkembangannya, TPI/ Tempat Pelelangan Ikan ini tidak berjalan seperti yang diharapkan. TPI yang awalnya menjanjikan penghidupan yang lebih baik bagi nelayan ternyata hanya angan angan belaka. TPI diharapkan bisa memakmurkan nelayan dengan membeli hasil tangkapan laut para nelayan lebih tinggi dari Tengkulak. Namun dalam perjalanannya, hal ini tidak selaras. Para nelayan mengeluhkan kinerja dari pengelola TPI yang lamban. Untuk menjadi anggota TPI , para nelayan harus menjual hasil tangkapan ikan sampai mencapai angka yang ditentukan. Padahal dalam kenyataannya, hasil tangkapan nelayan tidak menentu. Sehingga untuk memenuhi syarat itu sangat sulit. Untuk hal peminjaman uang, TPI sebenarnya menyedikan untuk para nelayan. Namun sayangnya, lagi lagi masalah ada pada persyaratan yang menyusahkan para nelayan, yaitu harus bebas dari utang. Jika persyaratan itu dipenuhi barulah pihak TPI mau meminjamkan uang. Dan di TPI tidak menyediakan fasilitas apapun untuk nelayan yang tidak menjadi anggota. “ Keadaan TPI banyak yang bertolak belakang sama yang diminta nelayan” tutur salah seorang narasumber. Jangan salahkan tengkulak, jika ternyata 75% nelayan di pangandaran lebih suka menjual hasil tangkapannya kepada tengkulak daripada ke TPI, meskipun dihargai jauh lebih murah daripada TPI. Apalagi dengan fasilitas fasilitas yang menggiurkan dari para Tengkulak. Salah satunya adalah pinjaman tanpa syarat. Belum lagi bantuan modal yang cuma cuma seperti jaring, bensin, motor, kapal. Apapun yang nelayan minta pasti diberikan asal dengan satu syarat yaitu menjual hasil tangkapannya pada tengkulak. Alasan lain para nelayan kembali menjual hasil tangkapannya pada tengkulak adalah tidak lain karena tengkulak tidak pernah mengikat dengan syarat syarat yang menyulitkan.

Inilah realita kehidupan nelayan di Indonesia, khususnya di pantai Pangandaran. Entah, pemerintah masih akan diam dan membisu. Tidak mau mendengarkan aspirasi dari rakyat kecil. Ini hanya sebuah masalah kecil dibandingkan dengan masalah dana talangan Century yang memakan 6,7 Triliun. Masalah ini bisa diselesaikan dengan uang yang tidak seberapa dibandingkan dana talangan Century. Hanya untuk merenovasi kinerja dan fasilitas pelayanan yang diberikan TPI , Pemerintah tidak akan pernah menyangka bahwa 5 sampai 10 tahun ke depan, hal ini bisa menjadi investasi yang paling menggiurkan. Saya yakin .
 

Copyright © Thipposite. Template created by Volverene from Templates Block
WP by Simply WP | Solitaire Online