Pages

Permainan Tilang Polisi

Siang tadi, sekitar waktu dzhuhur saya dan tiga teman saya berencana pulang dari kuliah. Awalnya saya berencana naik bus ke salah satu gedung pascasarjana di sebuah kampus di Yogya, tetapi rencana itu tidak jadi terlaksana karena akhirnya saya nebeng salah satu teman saya. Awalnya saya enggan karena saya ndak bawa helm, tetapi teman saya yang satu lagi bilang nggak papa karena daerah itu masih daerah kampus jadi masih dibebaskan. Dia memang beberapa kali lewat daerah itu tanpa helm, dan katanya nggak bakal kena tilang. Akhirnya dengan setengah-setengah, setengah takut setengah nekat setengah gila saya ngikut teman-teman saya itu. Kebetulan saya ke sana hanya mau mengembalikan buku dan jaraknya juga nggak jauh-jauh banget dari fakultas saya, cuma memang nggak deket juga. Akhirnya kami berempat dengan boncengan dua-dua sampai di perempatan gedung pascasarjana itu. Merasa pede tak akan terjadi apa-apa, kami jalan sesuai rambu ke arah gedung. Eh tau-tau dibelakang kami ada seorang polisi yang mengejar. Padahal waktu itu kami sudah sampai di gedung pascasarjana, tinggal belok aja. -__-

Akhirnya kami digiring ke kantor polisi terdekat. Di sana kami dijelaskan apa salah kami. Beberapa teman saya yang kena tilang disitu diloloskan oleh polisi setempat karena maklum mahasiswa suka seliwar-seliwer fotokopi bukulah, pulang sebentar ke koslah atau apalah lainnya. Sialnya kami berhadapan dengan polisi yang nggak mau kasih ampun. Jujur ini adalah pelanggaran pertama saya *dan terakhir kali aamiin* jadi agak gimana gitu. Saya dan teman-teman saya mengaku salah, meminta maaf. Tetapi si polisi bersikeras minta kami supaya bayar denda. Awalnya saya agak keberatan dengan dendanya, tapi setelah dipikir-pikir ya sudahlah toh ini untuk negara. Polisi itu menawarkan 3 solusi. Pertama, selesaikan melalui sidang di pengadilan dan sidangnya tanggal 7 maret besok. Kedua, bayar di BRI. Ketiga, bayar di tempat.

 Solusi tersingkat memang bayar di tempat. Mudah dan langsung selesai. Tapi kami berempat cukup perhitungan soal uang. Kami bingung mau bagaimana karena naluri mahasiswa yang mengeluarkan uang Rp50.000 per orang itu berat sekali, apalagi kami anak rantau. Dan akhirnya setelah lama sekali diskusi dan polisinya memang tidak sabaran, kami memutuskan untuk bayar di tempat. Setelah diputuskan, saya bertanya pada Pak polisi. “Kami minta nota/transkip tilang ya pak!” Saya pernah baca di forum-forum jejaring sosial, kalau ditilang di jalan/pos polisi itu harusnya minta nota tilang dan kalau tidak salah ingat warnanya biru. Eh si polisi bilang nggak ada nota. Kurang lebih polisi itu menjelaskan bahwa bayar di tempat itu tidak akan diberi nota, anda akan diberi nota kalau anda ikut persidangan. Spontan naluri mahasiswa saya berkecamuk *idealis* dan nggak terima. Lalu saya berdiskusi lagi dengan teman-teman saya. “Ini tranparansinya kemana ya?” “Siapa lagi kalau bukan kita yang bakal mencegah kejahatan kerah putih kayak gini!” “Gimana ni?”

 Si polisi itu masih aja nuntut kita cepet memutuskan, sampai akhirnya secara sepihak kami ditulis di laporan si polisi itu untuk sidang di pengadilan. Otomatis kami panik, kamipun memutuskan untuk bayar ke bank. Seusai bilang kami mau bayar ke bank, si polisi mulai ngoceh lagi. Intinya menawarkan solusi bayar di pos polisi itu, tapi kami tetep yakin mau bayar ke bank sampai polisi itu capek ngomong. Akhirnya STNK ditahan dan dua orang teman saya pergi ke BRI Pusat. Saya dan satu teman satu lagi stay di pos polisi itu. Pada saat kami sedang berbincang-bincang berdua, ada satu polisi yang baru saja masuk shift dan duduk di depan kami. Jiwa jurnalistik sayapun keluar, saya ingin menggali lebih dalam kemana uang kami sebenarnya pergi.

Saya mengulang pertanyaan yang awalnya saya ajukan ke polisi yang menilang kami tadi. Jawaban mereka masih sama bahwa tilang bayar di tempat itu ndak dapet nota. Polisi pertama juga bilang kalau uang itu buat ganti rugi dia ngelolosin kami karena nggak pake helm. Lalu saya tanya tentang uang yang dibayarkan di pos larinya kemana. Dan si polisi menjawab bahwa uang itu ya larinya ke daftar tilang. Karena merasa tidak mendapat jawaban yang memuaskan saya bertanya tentang uang yang kami kirim melalui BRI berakhir ke siapa. Dan si polisi menjawab bahwa uang itu masuk ke negara. Nah, merasa ada titik segar dari jawabannya. Sayapun mengulang pertanyaan pertama saya tadi. “Terus uangnya kalau dibayar kesini masuknya kemana pak?” Bapaknya menjelaskan lagi kalau uangnya masuknya ke denda tilang. Saya kejar dengan pertanyaan lain, “Denda tilang masuknya kemana pak?” Lalu si polisi itu berpikir sebentar lalu mengalihkan pandangan dari saya, berusaha menghindari kontak mata dengan saya dan teman saya. “yaaa..... ke negara masuknya.” Dengan jawaban akhir yang seperti itu, saya dan teman saya bisa menyimpulkan sendiri kemana uang itu pergi sebenarnya.

 Kami melakukan hal yang benar dengan membayar denda melalui bank serta kami mendapat surat tilang yang ternyata benar berwarna biru! Semoga tulisan ini bisa menginspirasi teman-teman, kakak-kakak dan adik-adik untuk selalu waspada. Dan pesan saya, janga lupa pakai helm dimanapun anda berada walaupun itu hanya di lingkungan kampus hehe! Salam Sejahtera!

1 komentar:

Anonim mengatakan...

saya di tilang, tapi setelah sidang di Pengadilan, saya dinyatakan tidak bersalah alias bebas. kalau tidak percaya silahkan kirim e-mail ke Casinoabupokerbin@yahoo.com nanti saya kirim foto copy tilang dan putusan bebasnya...hehe

Posting Komentar

 

Copyright © Thipposite. Template created by Volverene from Templates Block
WP by Simply WP | Solitaire Online